Mobilitas masyarakat diperkirakan melonjak tajam menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Salah satu yang kerap menjadi primadona berada di jalur penyeberangan Merak–Bakauheni yang setiap tahun menghadapi persoalan klasik kemacetan dan penumpukan kendaraan. Dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menhub, Menteri PUPR, Kepala BMKG, dan Kepala BNPP/Basarnas, Anggota Komisi V DPR RI, Mukhlis Basri menilai persoalan ini membutuhkan solusi yang lebih strategis dan konsisten.
“Kita kira untuk mengatasi kemacetan setiap tahun baru Natal dan Lebaran sebenarnya yang harus disiapkan adalah kapal besar. Jadi berhentikan dulu kapal kecil-kecil itu. Saya kira kalau kapal-kapal besar selesailah urusan macet-macet di Merak–Bakauheni. Saya ini kan penggunanya, Pak,” ujarnya dalam rapat yang diselenggarakan pada Senin (8/12/2025) di Senayan, Jakarta.
Mukhlis menjelaskan bahwa pengoperasian kapal berukuran besar dapat menjadi langkah cepat untuk mengurangi antrean panjang kendaraan di dua pintu gerbang Jawa-Sumatra tersebut. Ia menilai kapasitas angkut yang lebih besar akan mengurangi durasi menunggu dan meningkatkan kelancaran arus kendaraan. Penataan ulang pola operasi kapal dinilai mutlak dilakukan agar lonjakan mobilitas di puncak Nataru tidak kembali menimbulkan kemacetan ekstrem.
Ia kemudian menyinggung kembali gagasan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai solusi jangka panjang dan alternatif strategis selain ketergantungan pada kapal penyeberangan. Muchlis mengingatkan bahwa rencana tersebut telah muncul sejak era Presiden Soekarno dan kembali dibahas pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, pemerintah perlu menghidupkan lagi wacana itu dan mendorongnya agar masuk prioritas Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Yang kedua ini program jangka panjang dan ini sudah pernah direncanakan dari jamannya Pak Presiden Soekarno dan terakhir di jamannya Pak SBY. Masalah JSS yaitu Jembatan Selat Sunda. Bagaimana ini supaya dimunculkan kembali, supaya menjadi prioritas yang dimasukkan di PSN. Saya kira ini yang bisa mengatasi bagaimana menyambungkan Sumatra dan Jawa,” ujar legislator Dapil Lampung I tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga menyoroti persoalan tarif jalan tol di wilayah Lampung yang dinilainya membebani mobilitas masyarakat dan logistik. Ia menekankan bahwa kenaikan tarif yang terlalu tinggi dapat menurunkan minat penggunaan tol dan justru menghambat konektivitas. Kondisi ini, menurutnya, bertolak belakang dengan upaya memperkuat Lampung sebagai pintu gerbang Sumatra.
“Masalah tol Lampung, ini termahal di Indonesia. Masalah tol ini rame banget urusan ini. Bayangkan naiknya nggak tanggung-tanggung, naiknya 500 per kilo, dari Rp1.300 menjadi Rp1.800 per kilometer. Mohon ini untuk ditinjau. Sekarang tolnya sepi,” kata Muchlis.
Kelancaran mobilitas antara Jawa, Sumatra, dan khususnya Lampung harus menjadi perhatian utama pemerintah. Pelabuhan bakauheni yang berada di Provinsi Lampung merupakan gerbang Sumatra yang menentukan kesan pertama kelancaran konektivitas antardaerah. Karena itu, optimalisasi penyeberangan, evaluasi tarif tol, serta terobosan jangka panjang seperti Jembatan Selat Sunda dinilai penting untuk menjamin arus transportasi yang aman, efisien, dan berkelanjutan.
