Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS,  Yanuar Arif Wibowo , menekankan pentingnya memperkuat aspek historis, sosiologis, dan yuridis dalam Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Ia menilai bahwa bagian menimbang dalam draf RUU masih perlu penyempurnaan agar lebih kokoh sebagai landasan argumentatif pembentukan undang-undang. 


“Kami merasa perlu untuk menambahkan terkait Menimbang ini supaya lebih sempurna dari aspek historis, sosiologis maupun yuridis,” ujarnya dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Penyusunan RUU BPIP yang berlangsung di Ruang Baleg, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).


Ia menegaskan bahwa sejarah panjang Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi pijakan utama dalam penyusunan RUU BPIP. Menurutnya, penyusun undang-undang tidak dapat melepaskan diri dari Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 (TAP MPRS) yang berisi penegasan mengenai larangan komunisme, marxisme, dan leninisme di Indonesia.


“Setelah kelahiran Pancasila, kita tidak bisa melupakan aspek sejarah bahwa kita punya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, dan ini tidak bisa dilepaskan dari Pancasila,” kata Yanuar. 


Ia menambahkan bahwa dalam ketetapan tersebut tercantum dengan jelas bahwa paham komunisme, marxisme, dan leninisme bertentangan dengan Pancasila. maka dari itu, Yanuar meminta agar ketetapan tersebut dimasukkan sebagai dasar pertimbangan dalam bagian Menimbang RUU BPIP. Ia mengusulkan agar penegasan ini dicantumkan pada poin setelah huruf B atau setelah uraian tentang kelahiran Pancasila.


“Bangsa kita harus selalu diingatkan. Mengingat TAP MPRS itu, sehingga bangsa kita jangan kemudian jas merah,” ungkapnya, merujuk pada pentingnya tidak melupakan sejarah.


Yanuar menilai, penegasan landasan historis diperlukan untuk memperkuat argumen mengapa negara membutuhkan penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia juga menekankan bahwa ancaman terhadap ideologi Pancasila di masa lalu harus menjadi pelajaran agar penguatan ideologi dilakukan secara berkesinambungan.


“Ketika bicara Pancasila, maka sejarah tentang bagaimana Pancasila lahir dan bagaimana ideologinya pernah diancam harus menjadi bagian dari pertimbangan kita,” tutupnya.

Comments are closed.

Exit mobile version