Anggota Komisi DPR RI Imron Amin menyampaikan kecaman terhadap salah satu stasiun televisi nasional, TRANS7, karena menayangkan segmen dalam program Xpose Uncensored yang dinilai menyudutkan Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, serta sosok Kiai Haji Anwar Manshur, yang merupakan tokoh penting dari pondok tersebut.

“Kalimat Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok? Bagi banyak kalangan, kalimat ini dianggap merendahkan kehidupan di pesantren dan memperolok simbol-simbol keagamaan yang dijunjung tinggi, menurutnya dalam keterangan rilis yang diterima sinarharapan.com, dalam keterangan tertulis kepada sinarharapan.com di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Menurut Imron Amin, media massa seharusnya berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sebaliknya menjadi sarana yang menyinggung keyakinan dan nilai-nilai keagamaan. Ia menegaskan perlunya tindakan tegas dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan tersebut. 

“KPI tidak boleh tinggal diam. Hentikan programnya dan audit Trans7,” ujar Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Ia khawatir bahwa tayangan tersebut dapat menimbulkan persepsi yang keliru terhadap peran besar kiai dan santri dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Ia kemudian mengingatkan kembali beberapa kontribusi penting kalangan pesantren dalam sejarah perjuangan bangsa. 

Ia menyebutkan peristiwa 10 November di Surabaya, di mana kiai dan santri menjadi kekuatan utama setelah KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad, yang menyerukan umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian dari kewajiban jihad.

Selain itu, santri juga membentuk laskar rakyat seperti Hizbullah dan Sabilillah yang aktif dalam pertempuran di berbagai wilayah, termasuk Srondol dan Ambarawa. Tokoh-tokoh pesantren seperti KH. Zainal Mustofa dari Tasikmalaya bahkan memimpin perlawanan bersenjata terhadap penjajah Jepang dan gugur sebagai pahlawan.

Ia juga menggarisbawahi peran tokoh seperti KH. Wahid Hasyim dalam perumusan dasar negara, yang menjadi jembatan antara nilai-nilai Islam dan semangat nasionalisme. Melalui organisasi massa seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, para kiai dan santri berhasil memobilisasi masyarakat untuk ikut dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Lebih dari itu, pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga berfungsi sebagai markas perjuangan, tempat perlindungan bagi pejuang, serta wadah kaderisasi pemimpin-pemimpin perlawanan.

Imron Amin menambahkan bahwa fatwa jihad yang dikeluarkan KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 memberikan semangat spiritual yang mendalam bagi para pejuang dalam menghadapi ancaman penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia.

“Dari semua perjuangan yang saya jabarkan, apakah Trans7 sudah melupakan Kiai dan Santri terhadap perjuangan Kemerdekaan RI? Apakah pantas Kiai dan Santri dihinakan seperti itu?,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa peristiwa ini harus menjadi pembelajaran agar tidak terulang kembali di masa mendatang. Semua pihak, terutama media, harus lebih menghormati simbol-simbol keagamaan dan menghargai sejarah perjuangan bangsa.

Terkait permintaan maaf yang telah disampaikan oleh pihak TRANS7 atas tayangan tersebut, Ibong menilai permintaan maaf itu belum cukup. Ia menegaskan bahwa Komisi I DPR, yang membidangi urusan penyiaran, akan segera meminta klarifikasi dari Kementerian Informasi dan Digital (Komdigi) serta KPI atas insiden ini.

Comments are closed.

Exit mobile version