Anggota Komisi XI DPR RI, Musthofa, menegaskan peran strategis industri hasil tembakau (IHT) dalam menopang pendapatan daerah dan nasional, termasuk untuk penyerapan tenaga kerja nasional. Hal ini disampaikannya saat melakukan kunjungan kerja Komisi XI DPR ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Selasa (15/4/2025).
Menurut Musthofa, produksi rokok sebagai hasil turunan tembakau bukan hanya memberikan kontribusi besar terhadap keuangan negara, namun juga menjadi solusi atas persoalan ketenagakerjaan.
“Pendapatan dari cukai besar, tapi nilai manfaatnya yang utama. Produksi rokok menyerap banyak tenaga kerja, dan ini penting untuk daerah seperti Kudus,” ujarnya kepada sinarharapan.com.
Kabupaten Kudus sebagai sentra utama industri produk turunan tembakau nasional memegang peranan penting dalam perputaran ekonomi dan tenaga kerja. Musthofa menyoroti pentingnya keadilan dalam pendistribusian pendapatan dari cukai serta pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). KIHT yang beroperasi sejak 2020 ini menjadi pusat industri kecil dan menengah rokok, serta wadah optimalisasi pemanfaatan DBHCHT.
Dalam kunjungan yang turut dihadiri Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, tersebut, ia menambahkan bahwa tahun 2025 target penerimaan dari cukai mencapai Rp48 triliun, angka yang signifikan bagi anggaran negara. Namun, menurutnya, daerah penghasil seperti Kudus masih membutuhkan dukungan lebih besar dalam bentuk alokasi dan program yang adil.
“Saya melihat bahwa ada sesuatu hal, bahwa keadilan ini perlu dikejar. Pertama, dari sisi pendapatan, yang kedua, dari sisi peruntukan. Peruntukan karena Dirjen Bea Cukai itu kan ada kaitannya dengan Dirjen untuk keuangan daerah, tentu akan dikoordinasikan. Kami dari Komisi XI, sebagai wakil rakyat, perlu tentu (menyerap) apa yang menjadi aspirasi daripada masyarakat, apalagi, terlebih di pemerintahan Kab. Kudus,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Diketahui, Jawa Tengah merupakan salah satu sentra industri hasil tembakau terbesar di Indonesia. Provinsi tersebut memiliki kontribusi sektor IHT sebesar 15,78 persen terhadap industri manufaktur. Data BPS menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang DBHCHT senilai Rp1,09 triliun pada 2024 dan menyerap lebih dari 92 ribu tenaga kerja langsung, serta lebih dari 131 ribu petani di sektor hulu.
Di Kudus, kontribusi industri rokok terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 70 persen. Kondisi ini menjadikan IHT sebagai penggerak utama ekonomi lokal sekaligus penopang kesejahteraan masyarakat.
Musthofa pun menegaskan komitmennya untuk menjembatani aspirasi daerah kepada pemerintah pusat, termasuk dalam pembahasan lanjutan terkait pajak rokok bersama Dirjen Pajak. Ia berharap dukungan dan sinergi antara pusat dan daerah terus diperkuat demi menciptakan kebijakan yang tidak hanya adil, tetapi juga berkelanjutan bagi pelaku industri dan masyarakat yang bergantung pada sektor ini.
“Kunjungan ini bukan hanya membuka pintu, tapi membangun komunikasi agar semua proses kebijakan berjalan,” tegasnya.