Saturday, November 8

Di tengah kabar gembira soal kebijakan pemutihan tunggakan BPJS Kesehatan, muncul satu catatan penting dari parlemen, bahwa keadilan sosial harus tetap menjadi pijakan utama. Bagi sebagian masyarakat, penghapusan tunggakan ini menjadi harapan baru agar mereka kembali bisa mengakses layanan kesehatan. 

Bagi yang selama ini rutin membayar iuran, kebijakan tersebut justru menimbulkan pertanyaan terkait penghargaan atas kepatuhan. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyambut positif langkah pemerintah tersebut, namun mengingatkan agar pelaksanaannya benar-benar tepat sasaran.

“Kebijakan penghapusan tunggakan BPJS Kesehatan menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat tidak mampu. Tetapi, pemerintah perlu memastikan bahwa pelaksanaannya tepat sasaran dan tidak menimbulkan rasa ketidakadilan bagi peserta yang disiplin membayar iuran,” kata Netty, dalam keterangan tertulis yang diterima sinarharapan.com di Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Diketahui, Pemerintah berencana menghapus tunggakan iuran bagi sekitar 23 juta peserta BPJS Kesehatan, terutama dari kalangan pekerja informal. Program ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang kesulitan membayar iuran sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kebijakan tersebut direncanakan mulai berlaku pada akhir tahun 2025 dan menyasar peserta kategori Bukan Penerima Upah (BPU) seperti pedagang, petani, dan buruh lepas.

Langkah ini menjadi upaya agar tidak ada lagi masyarakat kehilangan hak layanan kesehatan akibat keterbatasan ekonomi. Namun, bagi Netty, semangat gotong royong dalam sistem jaminan kesehatan nasional tidak boleh menghapus prinsip keadilan.

“Kemudahan ini hanya diberikan kepada peserta yang benar-benar memenuhi kriteria tidak mampu,” ujarnya.

Politisi Fraksi PKS ini menegaskan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada validitas data peserta. Menurutnya, verifikasi dan sinkronisasi antara data BPJS Kesehatan dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) serta data kependudukan di daerah harus menjadi langkah utama sebelum kebijakan dijalankan.

“Verifikasi dan sinkronisasi data mutlak dilakukan agar kebijakan ini tidak salah sasaran. DPR akan ikut mengawasi agar penghapusan tunggakan benar-benar berbasis data dan bukan pendekatan administratif semata,” lanjut Netty.

Legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Barat IX itu juga mengingatkan agar program ini tidak disalahartikan sebagai pemutihan menyeluruh bagi seluruh penunggak iuran. Prinsip kehati-hatian, kata Netty, menjadi syarat mutlak untuk menjaga rasa keadilan dan keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan.

“Harus ada mekanisme yang memastikan hanya peserta yang masuk kategori miskin dan rentan ekonomi yang menerima manfaat,” imbaunya.

Lebih jauh, Netty menilai bahwa kebijakan ini perlu disertai edukasi publik agar tidak memunculkan persepsi keliru di tengah masyarakat.

“Pemutihan jangan sampai membuat masyarakat berpikir bahwa menunggak bisa dimaafkan. Kesadaran membayar iuran harus terus ditumbuhkan sebagai bentuk gotong royong sosial menjaga kesehatan bersama,” tutur Netty.

Ia menutup dengan penegasan bahwa DPR tetap mendukung langkah pemerintah untuk meringankan beban masyarakat, selama prinsip keadilan menjadi dasar utama pelaksanaannya.

“Kita mendukung pemerintah dalam upaya meringankan beban masyarakat, tetapi juga akan memastikan kebijakan ini dijalankan dengan hati-hati, adil, dan berpihak kepada yang berhak,” pungkasnya.

Comments are closed.

Exit mobile version