Para siswa yang masuk sekolah khusus olahraga (SKO) butuh perhatian serius soal eksistensisnya sebagai atlet dan siswa. Dua kepentingan ini kerap berbenturan, sehingga menimbulkan masalah pendidikan bagi para siswanya sendiri. Namun, Pemerintah Kota Solo telah menunjukkan komitmennya mendukung pendidikan keolahragaan.
Anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, mengemukakan pandangannya kepada sinarharapan.com, Kamis (18/9/2025), usai kunjungan kerja spesifik Komisi X ke Solo atau Surakarta, Jawa Tengah. Salah satu bukti bahwa Kota Solo serius menangani soal ini adalah keberadaan SKO di tingkat SMP. “Kehadiran sekolah ini menjadi best practice yang patut dicontoh, karena mampu mengintegrasikan pendidikan formal dengan pembinaan prestasi olahraga sejak dini,” kata Fikri.
Meski demikian, tantangan muncul ketika para siswa SKO harus melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Di Solo, memang, sudah tersedia SMA dengan kelas khusus olahraga. Namun, fasilitas tersebut belum sepenuhnya menjawab permasalahan yang ada. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun telah menyiapkan beberapa SMA dengan kelas khusus olahraga. Namun, kebutuhan sinkronisasi sistem masih terasa mendesak.
“Permasalahan utama terletak pada kesinambungan pendidikan atlet dengan jadwal latihan dan pertandingan yang padat. Undang-Undang Keolahragaan Nasional serta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) perlu menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif. Hal ini penting agar sistem pendidikan tidak berbenturan dengan kebutuhan atlet yang kerap harus mengikuti pemusatan latihan nasional (Pelatnas) dalam waktu lama,” pandang Fikri.
Kondisi tersebut sering membuat para atlet berisiko tertinggal dalam akademik, bahkan ada yang terpaksa tidak naik kelas karena absen satu semester penuh. Padahal, mereka sedang menjalankan tugas mulia untuk mengharumkan nama bangsa di kancah olahraga internasional. Situasi ini menimbulkan dilema, sebab hak pendidikan mereka seharusnya tidak boleh terabaikan.
Ke depan, lanjut politisi PKS ini, pemerintah pusat diharapkan mengambil langkah lebih serius menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan atlet. Model pendidikan keolahragaan seperti yang telah berjalan di Solo dapat dijadikan rujukan nasional. Dengan sistem yang terintegrasi, para atlet dapat mengembangkan prestasi olahraga tanpa harus kehilangan haknya dalam memperoleh pendidikan yang layak.