Selaras dengan akan diberlakukannya UU KUHP, Komisi III bersama pemerintah akan menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana. Wakil Menteri Hukum RI Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan RUU Penyesuaian Pidana disusun dalam rangka penyesuaian ketentuan pidana dalam undang-undang di luar KUHP, peraturan daerah, dan ketentuan pidana dalam undang-undang KUHP agar selaras dengan sistem pemidanaan baru.
Penyesuaian ini merupakan komitmen dari negara untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan pidana nasional berjalan dalam satu sistem hukum yang terpadu, konsisten, dan modern. Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III dengan Wakil Menteri Hukum RI Edward Omar Sharif Hiariej, seluruh fraksi menyatakan persetujuannya agar RUU tersebut
“Masing-masing perwakilan fraksi sudah menyampaikan dan semua pandangan fraksi menyetujui untuk dibahas pada tahapan selanjutnya,” kata Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Fraksi PDI-Perjuangan menyambut baik upaya pemerintah untuk menyelaraskan ketentuan pidana yang tersebar di berbagai peraturan perundang-perundangan sektoral. Harmonisasi pidana harus memperhatikan landasan filosofi yang kuat, kajian akademik yang komprehensif, serta mempertimbangkan realitas sosial yang berkembang di tengah masyarakat.
Fraksi Partai Gerindra mendukung setiap upaya untuk mengurangi ketidakpastian hukum dan memperbaiki efektivitas sistem peradilan pidana di tanah air. Dengan penyesuaian yang cermat, Fraksi Partai Gerindra yakin RUU ini akan memberikan landasan hukum yang baik dalam menghadapi tantangan ke depan, sekaligus memperkuat sistem hukum nasional dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Fraksi Partai NasDem menilai penyesuaian ketentuan pidana mendesak dilakukan sebelum berlakunya KUHP tersebut pada 2 Januari 2026 untuk menghindari adanya disparitas penegakan hukum, duplikasi peraturan pidana, serta dampak negatif terhadap kepastian hukum dan rasa keadilan di masyarakat. Sehingga beberapa ketentuan dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa berpendapat bahwa langkah konsolidasi yuridis penyesuaian terhadap UU KUHP sendiri saat ini relevan untuk dilakukan karena dilatarbelakangi oleh beberapa temuan terhadap UU KUHP seperti kesalahan teknis format penulisan. Ketentuan pidana minimum khusus untuk kumulatif selain tindak pidana khusus dan perbaikan substansi, konsolidasi yuridis dalam penyesuaian ini juga diperlukan supaya ada keseragaman ketentuan pidana dalam undang-undang di luar KUHP dengan sistem hukum pidana nasional.
Fraksi Partai Demokrat memandang RUU Penyesuaian Pidana memiliki urgensi dalam hal memastikan harmonisasi sistem pemidanaan nasional diundangkan KUHP baru. Sejalan dengan ketentuan pasal 613 KUHP, penyesuaian terhadap seluruh undang-undang dan peraturan daerah yang memuat ketentuan pidana harus dilakukan agar tercipta kepastian hukum, konsistensi norma, dan tidak terjadi disparitas dalam penerapan ancaman pidana di berbagai peraturan sektoral.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menilai RUU ini dirancang untuk memastikan bahwa pembaharuan hukum pidana yang dimulai dengan lahirnya KUHP nasional bisa berjalan konsisten, terintegrasi dan efektif dalam praktek penegakan hukum. Fraksi PKS memandang RUU Penyesuaian Pidana merupakan bagian penting dari agenda pembaharuan hukum nasional untuk memperkuat kohesi sistem pemidanaan, meningkatkan keselarasan antara regulasi, serta menghadirkan hukum pidana yang lebih jelas, modern dan dapat diterima oleh masyarakat.
Fraksi Partai Golkar berpandangan bahwa upaya pembaharuan hukum pidana nasional merupakan bagian dari proses pembangunan sistem hukum Indonesia yang berkeadilan, berkepribadian nasional, dan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pembaharuan ini telah diwujudkan melalui diundangkannya UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026, sehingga diperlukan langkah konkrit untuk memastikan keselarasan antara ketentuan pidana dalam KUHP dan ratusan ketentuan pidana yang tersebar dalam undang-undang sektoral dan peraturan daerah.
Fraksi Partai Amanat Nasional berpandangan bahwa melalui RUU Penyesuaian Pidana negara berupaya melakukan pembaharuan menyeluruh terhadap jenis, bentuk, dan proporsi hukuman. Penyesuaian ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki nominal pidana atau masa hukuman, tetapi juga memastikan bahwa setiap aturan selaras dengan prinsip keadilan, HAM, dan kebutuhan rehabilitasi pelaku. Selain itu, rancangan undang-undang ini diharapkan meminimalkan disparitas putusan antar pengadilan sehingga masyarakat mendapat kepastian hukum yang lebih kuat.
Adapun, dalam rapat tersebut, juga telah disetujui pembentukan Panja RUU Penyesuaian Pidana dengan pimpinan Panja Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro. Sementara itu, jadwal pembahasan RUU Penyesuaian Pidana adalah;
– 25-26 November 2025 Rapat Panja RUU Penyesuaian Pidana
– 27 November 2025 Rapat Timus dan Timsin RUU Penyesuaian Pidana
– 1 Desember 2025 Rapat Kerja Tingkat I atau Pengambilan Keputusan.