Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dibuat pemerintah merupakan langkah strategis dalam merapikan administrasi pertanahan guna memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Program ini bertujuan menciptakan kepastian hukum, menghindari sengketa tanah, serta mendukung penataan ruang nasional yang lebih tertib dan teratur. Untuk itu, Anggota Komisi II DPR RI, Edi Oloan Pasaribu, mendorong penyelesaian target program PTSL.
“PTSL bukan hanya sekadar memberikan sertifikat, melainkan fondasi penting dalam membangun sistem hukum pertanahan yang jelas dan transparan untuk menghindari permasalahan sengketa agraria. Melalui sertifikasi tanah, masyarakat diberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan lahan yang mereka miliki. Sertifikat resmi dari negara menjadi bukti sah yang diakui oleh hukum, sehingga meminimalisasi potensi konflik, sengketa, maupun tumpang tindih klaim kepemilikan yang selama ini sering terjadi di masyarakat,” ujar Edi Oloan Pasaribu dalam keterangan tertulisnya usai Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Edi Oloan Pasaribu menjelaskan, PTSL tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah, tetapi juga merupakan langkah besar untuk memperbaiki administrasi tata ruang di Indonesia. Dalam jangka panjang, program ini dapat membantu pemerintah dalam merancang dan mengelola pembangunan secara lebih teratur, sekaligus memastikan bahwa hak-hak warga negara atas lahan mereka terlindungi secara hukum.
“PTSL ini memberikan sertifikat atas kepemilikan yang sah kepada warga negara dan mendukung penataan ruang yang lebih tertib. Ini adalah bagian dari upaya memperkuat kepastian hukum dan mencegah terjadinya sengketa agraria di kemudian hari,” jelas Edi Oloan.
Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional dari Daerah Pemilihan Kalimantan Timur ini menyatakan komitmennya untuk mendorong agar program strategis nasional tersebut dapat menuntaskan sertifikasi atas sejumlah lahan yang belum tersentuh di seluruh Indonesia.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyampaikan bahwa program pendaftaran tanah, terutama di daerah luar Pulau Jawa, menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya adalah ketidakmampuan masyarakat membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Namun, beberapa kepala daerah berani mengambil kebijakan progresif dengan menerbitkan edaran yang menyatakan bahwa PTSL tidak dikenakan BPHTB.
Dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Nusron menyebut bahwa langkah-langkah tersebut perlu mendapat dukungan penuh. Ia pun mengajak seluruh anggota Komisi II DPR untuk turut mendorong kepala daerah di daerah pemilihan masing-masing agar mengadopsi kebijakan serupa.
“Kami minta tolong Bapak dan Ibu sekalian di dapil masing-masing ikut mendorong gubernur, bupati, atau wali kota agar penerima PTSL, terutama dari kalangan miskin ekstrem, diberi kebebasan dari kewajiban membayar BPHTB,” ujar Nusron.
Nusron Wahid juga menyampaikan bahwa target PTSL pada tahun 2025 ditetapkan sebesar 1,5 juta bidang.