Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) serta aturan turunan teknis lainnya guna mendukung implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai berlaku tahun depan. Hal ini diungkapkannya usai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Mapolda Bali, Kota Denpasar, Kamis (11/12/2025).
Desakan ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran para Aparat Penegak Hukum (APH) di lapangan, termasuk Kejaksaan Tinggi, mengenai potensi hambatan dalam penegakan hukum jika aturan pelaksana tidak segera tersedia. Tanpa regulasi yang detail, dikhawatirkan terjadi kekosongan hukum atau perbedaan tafsir dalam menangani berbagai kasus pidana di masa transisi ini.
“Tadi juga Kepala Kejaksaan Tinggi menyampaikan perlu adanya peraturan pelaksanaan yang lebih cepat dikeluarkan untuk dipelajari. Kalau tidak, nanti kan pasti akan menjadi hambatan dalam penegakan hukum,” ujar Benny saat diwawancarai Parlementaria usai agenda pertemuan.
Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini, aturan pelaksana sangat krusial terutama yang bersentuhan dengan upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, kejelasan regulasi diperlukan untuk mengatur kewenangan institusi kejaksaan sebagai lembaga penuntut umum tunggal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, termasuk mengenai teknis penundaan penuntutan.
Lebih lanjut, Benny menekankan bahwa beban untuk melengkapi instrumen hukum ini kini berada di tangan pemerintah. Ia berharap regulasi tersebut tidak hanya terbatas pada Peraturan Pemerintah, tetapi juga mencakup aturan teknis di internal institusi penegak hukum.
“Harapan kami adalah pemerintah sesegera mungkin mengeluarkan peraturan pemerintah, peraturan pelaksanaan, ataupun peraturan pada tingkat teknis yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung maupun Kapolri,” tambahnya.
Sebagai penutup, Benny memberikan peringatan keras kepada seluruh aparat penegak hukum, mulai dari Kepolisian hingga Kejaksaan, agar menjalankan tugas secara profesional dan tidak tebang pilih. Ia menyoroti fenomena sosial di mana hukum sering dianggap hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
