Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya dalam mengawal penyelenggaraan ibadah haji tahun 1447 H/2026 M agar berjalan profesional, transparan, dan berpihak kepada kepentingan jemaah. Dalam rapat kerja bersama Menteri Haji dan Umrah RI yang digelar di Nusantara II, Senayan, Jakarta pada 27–28 Oktober 2025, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyampaikan bahwa DPR akan memastikan seluruh kebijakan dan layanan haji tahun depan sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi, dan kenyamanan bagi jemaah.
Dalam rapat tersebut, Kementerian Haji dan Umrah menyampaikan bahwa kuota haji Indonesia tahun 2026 ditetapkan sebanyak 221.000 jemaah, sebagaimana tercantum dalam laman Nusuk Masar. Jumlah tersebut terdiri dari 203.320 jamaah reguler (92%) dan 17.680 jemaah haji khusus (8%). Dari kuota reguler, dialokasikan untuk Petugas Haji Daerah (PHD) sebanyak 1.050 orang, pembimbing KBIHU sebanyak 685 orang, dan jemaah reguler murni sebanyak 201.585 orang.
Menanggapi hal tersebut, Marwan Dasopang menegaskan bahwa pembagian kuota antarprovinsi harus dilakukan dengan mengedepankan proporsionalitas dan keadilan berdasarkan jumlah daftar tunggu di masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Kami memastikan bahwa distribusi kuota haji 2026 berjalan adil dan transparan. Prinsip proporsionalitas sesuai daftar tunggu di tiap provinsi harus menjadi acuan utama, agar masyarakat di seluruh Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk berhaji,” ujar Marwan.
Selain membahas kuota, rapat juga menyinggung usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp88,4 juta per jemaah, dengan komposisi Nilai Manfaat sebesar Rp33,48 juta (38%) dan Bipih atau biaya yang ditanggung jamaah sebesar Rp54,92 juta (62%). Marwan menjelaskan bahwa angka ini masih bersifat sementara dan akan dibahas lebih lanjut oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI bersama Panja Pemerintah.
“Usulan BPIH 2026 masih akan kami bahas secara mendalam dalam Panja. Komisi VIII akan memastikan keseimbangan antara kemampuan jamaah dan keberlanjutan dana nilai manfaat, agar biaya tetap rasional tanpa mengurangi kualitas layanan,” jelasnya.
Komisi VIII juga menyoroti aspek layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi bagi jemaah haji 2026. Akomodasi di Makkah diharapkan berjarak maksimal 4,5 km dari Masjidil Haram, sementara di Madinah maksimal 1 km dari Masjid Nabawi. Layanan konsumsi pun harus mengedepankan cita rasa nusantara, dengan penyajian yang higienis dan bergizi.
Selain itu, Komisi VIII menekankan pentingnya penggunaan transportasi yang nyaman dan aman, baik untuk layanan naqabah dan sholawat, maupun sistem transportasi di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
“Pelayanan transportasi dan akomodasi harus semakin baik. Jemaah kita tidak hanya butuh fasilitas memadai, tapi juga kenyamanan dan ketepatan waktu selama pelaksanaan ibadah,” tegas Marwan.
Komisi VIII juga meminta pemerintah memastikan dua syarikah penyedia layanan haji yang telah ditunjuk memperbaiki kinerjanya dari tahun sebelumnya, serta menyerahkan seluruh dokumen kontraktual dan nota transaksi layanan jamaah kepada DPR sebagai bahan pengawasan.
“Kami akan mengawal seluruh kontrak dan nota transaksi penyelenggaraan haji sebagai bagian dari fungsi pengawasan. Semua harus transparan agar tidak terjadi penyimpangan,” tandas Marwan.
Rapat kerja tersebut menutup dengan penegasan Komisi VIII DPR RI bahwa penyelenggaraan ibadah haji 2026 harus dilaksanakan dengan prinsip profesionalisme, transparansi, efektivitas, dan efisiensi, demi memastikan jamaah haji Indonesia memperoleh pelayanan terbaik dari awal keberangkatan hingga pemulangan.
“Tugas kami memastikan seluruh kebijakan dan layanan berjalan sesuai harapan jamaah. Haji adalah ibadah yang sakral, dan negara wajib hadir memberikan pelayanan terbaik bagi umat,” pungkas Marwan Dasopang.
