Anggota Komisi IV DPR RI, drh. Slamet, menyampaikan apresiasi atas arah kebijakan pangan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menunjukkan komitmen kuat terhadap visi kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam Asta Cita. Dalam satu tahun pertama pemerintahan, berbagai indikator menunjukkan hasil positif di bidang produksi, kesejahteraan petani, serta stabilisasi pasokan pangan strategis.
Slamet menilai bahwa peningkatan alokasi anggaran ketahanan pangan yang mencapai Rp155,2 triliun pada tahun 2025 dan diproyeksikan naik menjadi Rp164 triliun pada tahun 2026 merupakan bukti nyata keseriusan pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia menambahkan, berbagai kebijakan dan instrumen pengendalian pasar juga telah memperkuat upaya menjaga stabilitas harga serta ketersediaan pangan, terutama beras, baik di tingkat petani maupun konsumen.
“Presiden Prabowo telah menunjukkan langkah nyata dalam mengembalikan marwah kedaulatan pangan berpihak pada petani, nelayan, dan peternak,” ujar Slamet dikutip sinarharapan.com, Kamis (23/10/2025).
Data terbaru menunjukkan produksi beras dan jagung meningkat signifikan, dengan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai hampir 3,9 juta ton, penyaluran beras SPHP menembus 344 ribu ton, dan proyeksi produksi jagung mencapai 15,25 juta ton hingga akhir tahun. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional yang menembus 124,36 menjadi sinyal kuat naiknya kesejahteraan petani
Kebijakan penyaluran pupuk subsidi langsung ke petani juga mendapat apresiasi karena dinilai mempercepat distribusi dan mengurangi kebocoran. “Kebijakan pupuk langsung ke petani menjawab keluhan klasik soal kelangkaan pupuk dan menjadi terobosan penting dalam tata kelola input pertanian,” tambahnya.
Meski demikian, Slamet menyoroti bahwa harga pangan masih cenderung tinggi, terutama pada beras, gula, daging, dan kedelai, sehingga perlu penguatan mekanisme stabilisasi dan distribusi di lapangan. “Kestabilan pasokan belum otomatis menjamin harga terjangkau bagi rakyat, terutama menjelang musim paceklik,” tegasnya.
Ia juga menilai masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang perlu dibenahi, seperti rendahnya kepemilikan lahan petani, perlunya evaluasi mendalam terhadap program cetak sawah baru, dan kebijakan pangan yang masih terfokus pada beras dan jagung. Padahal, komoditas seperti bawang putih, kedelai, daging sapi, gula, dan garam industri masih sangat bergantung pada impor dalam jumlah besar.
Menutup pernyataannya, Slamet menekankan pentingnya memperluas kebijakan pangan agar tidak hanya berorientasi pada produksi dan stabilisasi jangka pendek, tetapi juga memastikan keadilan, keberlanjutan, dan kemandirian pangan nasional berbasis kekuatan lokal.